Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh
peradaban Barat satu abad terakhir ini, mencegangkan banyak orang di
berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal)
yang dihasilkan oleh perkembangan teknologi komunikasi dan teknologi
informasi modern tersebut membuat banyak orang lalu mengagumi dan
meniru-niru gaya hidup peradaban Barat, tanpa diiringi sikap kritis
terhadap segala dampak negatif dan krisis multidimensional yang
diakibatkannya. (Ahmad Y. Samantho.2004).
Peradaban Barat modern dan postmodern saat ini memang memperlihatkan
kemajuan dan kebaikan kesejahteraan material yang seolah menjanjikan
kebahagian hidup bagi umat manusia. Namun karena kemajuan tersebut tidak
seimbang, pincang, lebih mementingkan kesejahteraan material bagi
sebagian individu dan sekelompok tertentu negara-negara maju (kelompok
G-8) saja dengan mengabaikan, bahkan menindas hak-hak dan merampas
kekayaan alam negara lain dan orang lain yang lebih lemah kekuatan
IPTEK, ekonomi dan militernya, maka kemajuan di Barat melahirkan
penderitaan kolonialisme-imperialisme (penjajahan) di Dunia Timur &
Selatan.
Kemajuan Teknologi Komunikasi dan teknologi Informasi (IPTEK) di
Barat, yang didominasi oleh pandangan dunia dan paradigma sains (IPTEK)
yang positivistik-empirik sebagai anak kandung filsafat-ideologi
materialisme-sekuler, pada akhirnya juga telah melahirkan penderitaan
dan ketidakbahagiaan psikologis/ruhaniah pada banyak manusia baik di
Barat maupun di Timur.
Krisis multidimensional terjadi akibat perkembangan IPTEK yang lepas
dari kendali nilai-nilai moral Ketuhanan dan agama. Krisis ekologis,
misalnya: berbagai bencana alam: tsunami, gempa dan kacaunya iklim dan
cuaca dunia akibat pemanasan global yang disebabkan tingginya polusi
industri di negara-negara maju; Kehancuran ekosistem laut dan keracunan
pada penduduk pantai akibat polusi yang diihasilkan oleh pertambangan
mineral emas, perak dan tembaga, seperti yang terjadi di Buyat, Sulawesi
Utara dan di Freeport Papua, Minamata Jepang. Kebocoran reaktor Nuklir
di Chernobil, Rusia, dan di India, dll. Krisis Ekonomi dan politik yang
terjadi di banyak negara berkembang dan negara miskin, terjadi akibat
ketidakadilan dan ’penjajahan’ (neo-imperialisme) oleh negara-negara
maju yang menguasai perekonomian dunia dan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern.
Negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, saat ini pada
umumnya adalah negara-negara berkembang atau negara terkebelakang, yang
lemah secara ekonomi dan juga lemah atau tidak menguasai perkembangan
ilmu pengetahuan dan sains-teknologi. Karena nyatanya saudara-saudara
Muslim kita itu banyak yang masih bodoh dan lemah, maka mereka
kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara mereka
kemudian menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan
negara-negara Barat. Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi
dan budaya materialis (’matre’) dan sekular (anti Tuhan) yang dicekokkan
melalui kemajuan teknologi informasi dan media komunikasi Barat.
Akibatnya krisis-krisis sosial-moral dan kejiwaan pun menular kepada
sebagian besar bangsa-bangsa Muslim.
Kenyataan memprihatikan ini sangat ironis. Umat Islam yang mewarisi
ajaran suci Ilahiah dan peradaban dan Iptek Islam yang jaya di masa
lalu, justru kini terpuruk di negerinya sendiri, yang sebenarnya kaya
sumber daya alamnya, namun miskin kualitas sumberdaya manusianya
(pendidikan dan Ipteknya). Ketidakadilan global ini terlihat dari fakta
bahwa 80% kekayaan dunia hanya dikuasai oleh 20 % penduduk kaya di
negara-negara maju. Sementara 80% penduduk dunia di negara-negara miskin
hanya memperebutkan remah-remah sisa makanan pesta pora bangsa-bangsa
negara maju.
Ironis bahwa Indonesia yang sangat kaya dengan sumber daya alam
minyak dan gas bumi, justru mengalami krisis dan kelangkaan BBM. Ironis
bahwa di tengah keberlimpahan hasil produksi gunung emas-perak dan
tembaga serta kayu hasil hutan yang ada di Indonesia, kita justru
mengalami kesulitan dan krisis ekonomi, kelaparan, busung lapar, dan
berbagai penyakit akibat kemiskinan rakyat. Kemana harta kekayaan kita
yang Allah berikan kepada tanah air dan bangsa Indonesia ini? Mengapa
kita menjadi negara penghutang terbesar dan terkorup di dunia?
Kenyataan menyedihkan tersebut sudah selayaknya menjadi cambuk bagi
kita bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim untuk gigih memperjuangkan
kemandirian politik, ekonomi dan moral bangsa dan umat. Kemandirian itu
tidak bisa lain kecuali dengan pembinaan mental-karakter dan moral
(akhlak) bangsa-bangsa Islam sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dilandasi keimanan-taqwa kepada Allah swt. Serta melawan
pengaruh buruk budaya sampah dari Barat yang Sekular, Matre dan hedonis
(mempertuhankan kenikmatan hawa nafsu).
Akhlak yang baik muncul dari keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt
Sumber segala Kebaikan, Keindahan dan Kemuliaan. Keimanan dan ketaqwaan
kepada Allah swt hanya akan muncul bila diawali dengan pemahaman ilmu
pengetahuan dan pengenalan terhadap Tuhan Allah swt dan terhadap alam
semesta sebagai tajaliyat (manifestasi) sifat-sifat KeMahaMuliaan,
Kekuasaan dan Keagungan-Nya.
Islam, sebagai agama penyempurna dan paripurna bagi kemanusiaan,
sangat mendorong dan mementingkan umatnya untuk mempelajari, mengamati,
memahami dan merenungkan segala kejadian di alam semesta. Dengan kata
lain Islam sangat mementingkan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Berbeda dengan pandangan dunia Barat yang melandasi pengembangan
Ipteknya hanya untuk kepentingan duniawi yang ’matre’ dan sekular, maka
Islam mementingkan pengembangan dan penguasaan Teknologi Komunikasi dan
Teknologi Informasi (IPTEK) untuk menjadi sarana ibadah-pengabdian
Muslim kepada Allah swt dan mengembang amanat Khalifatullah
(wakil/mandataris Allah) di muka bumi untuk berkhidmat kepada
kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil
’Alamin). Ada lebih dari 800 ayat dalam Al-Quran yang mementingkan
proses perenungan, pemikiran dan pengamatan terhadap berbagai gejala
alam, untuk ditafakuri dan menjadi bahan dzikir (ingat) kepada Allah.
Yang paling terkenal adalah ayat: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring
dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia.
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali
Imron [3] : 190-191.
“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Mujadillah [58]: 11 .
Bagi umat Islam, kedua-duanya adalah merupakan ayat-ayat (atau
tanda-tanda) ke-Mahakuasa-an dan Keagungan Allah swt. Ayat
tanziliyah/naqliyah (yang diturunkan atau transmited knowledge), seperti
kitab-kitab suci dan ajaran para Rasul Allah (Taurat, Zabur, Injil dan
Al Quran), maupun ayat-ayat kauniyah (fenomena, prinsip-prinsip dan
hukum alam), keduanya bila dibaca, dipelajari, diamati dan direnungkan,
melalui mata, telinga dan hati (qalbu dan akal) akan semakin mempertebal
pengetahuan, pengenalan, keyakinan dan keimanan kita kepada Allah swt,
Tuhan Yang Maha Kuasa, Wujud yang wajib, Sumber segala sesuatu dan
segala eksistensi). Jadi agama dan ilmu pengetahuan, dalam Islam tidak
terlepas satu sama lain. Agama dan ilmu pengetahuan adalah dua sisi koin
dari satu mata uang koin yang sama. Keduanya saling membutuhkan, saling
menjelaskan dan saling memperkuat secara sinergis, holistik dan
integratif.
Bila ada pemahaman atau tafsiran ajaran agama Islam yang menentang
fakta-fakta ilmiah, maka kemungkinan yang salah adalah pemahaman dan
tafsiran terhadap ajaran agama tersebut. Bila ada ’ilmu pengetahuan’
yang menentang prinsip-prinsip pokok ajaran agama Islam maka yang salah
adalah tafsiran filosofis atau paradigma materialisme-sekular yang
berada di balik wajah ilmu pengetahuan modern tersebut.
Karena alam semesta –yang dipelajari melalui ilmu pengetahuan–, dan
ayat-ayat suci Tuhan (Al-Quran) dan Sunnah Rasulullah saw — yang
dipelajari melalui agama– , adalah sama-sama ayat-ayat (tanda-tanda dan
perwujudan/tajaliyat) Allah swt, maka tidak mungkin satu sama lain
saling bertentangan dan bertolak belakang, karena keduanya berasal dari
satu Sumber yang Sama, Allah Yang Maha Pencipta dan Pemelihara seluruh
Alam Semesta.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar